Ekotren: Kemandirian Ekonomi Ala Pesantren
Ditulis oleh: Sifwatir Rif’ah, M.M*
Sejak ditetapkan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melalui Keppres Nomor 22 Tahun 2015, setiap tahun kaum santri selalu merayakan Hari Santri sebagai hari istimewa yang jatuh pada tanggal 22 Oktober. Di mana pada tanggal tersebut merupakan hari dikeluarkannya Resolusi Jihad oleh Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari. Resolusi Jihad ini kemudian menginspirasi perlawanan rakyat terhadap tentara sekutu pada 10 November 1945 di Surabaya yang dikenal sebagai Hari Pahlawan.
Meskipun Hari Santri sudah ditetapkan, namun masih berkembang paradigma santri yang dipandang dengan sebelah mata, dimana santri hanya dibutuhkan untuk memimpin doa dan mengurus pemakaman saja. Padahal banyak lulusan pesantren yang kuliah di perguruan-perguruan tinggi negeri hingga kuliah ke luar negeri. Mereka tidak hanya belajar ilmu agama saja tapi banyak di antara para santri pun belajar ilmu kedokteran, matematika, ilmu sosial, ekonomi dan lain sebagainya.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren semakin menegaskan pengakuan dan kepedulian negara terhadap pesantren, yang menyebutkan tiga fungsi pesantren yaitu, pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Disamping itu, Kementerian Agama (Kemenag) sebagai institusi yang secara langsung berurusan dengan pesantren juga telah menyusun kebijakan kemandirian pesantren. Kebijakan yang dibuat kemenag ini juga mempertimbangkan fungsi pesantren di masyarakat, serta melimpahnya sumber daya manusia (SDM) di pesantren.
Secara umum, tujuan utama dari kebijakan kemandiran pesantren ini adalah terwujudnya pesantren yang memiliki sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan sehingga dapat menjalankan fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat dengan optimal. Kebijakan ini memiliki beberapa tujuan strategis. Di antaranya, pertama, penguatan fungsi pesantren dalam menghasilkan SDM yang unggul, baik dalam ilmu agama, keterampilan kerja, maupun kewirausahaan. Kedua, penguatan pesantren dalam mengelola unit bisnis sebagai sumber daya ekonomi. Ketiga, penguatan pesantren sebagai Community Economic Hub. Keempat, penguatan peran kemenag dalam mewujudkan program Kemandirian Pesantren.
Menurut Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa pesantren memiliki tiga potensi dalam memandirikan ekonomi umat. Pertama, potensi yang ada dalam diri santri, karena jumlah yang sangat banyak itu bisa menjadi modal luar biasa memandirikan umat. Kedua, peran pondok pesantren sebagai penghubung masyarakat sekitar, di mana bisa menjadi penghubung antara UMKM pesantren dengan pasar dan konsumen. Ketiga, peran pesantren dalam pengumpulan zakat dan wakaf umat. Selama ini, pesantren menjadi lembaga pendidikan yang dipercaya oleh masyarakat, termasuk dalam pengelolaan zakat dan wakaf. Tiga potensi tersebut dapat menciptakan kemandirian ekonomi pesantren dan membangun kekuatan ekonomi umat. Jika potensi ini bisa dioptimalkan dengan baik maka kemandirian ekonomi tidak hanya menyejahterakan pesantren, tetapi juga masyarakat sekitar.
Kemandirian Ekonomi
Kemandirian merupakan suatu paradigma dimana semakin kecil kebergantungan pada pihak lain, dengan bekerja sendiri, melakukan atau mengerjakan sesuatu dengan kemampuannya sendiri. Dengan kata lain, memperkecil kebergantungan, namun memperbesar saling kebergantungan, dengan perilaku yang kreatif dan proaktif, lebih banyak melibatkan inisiatif dan kerjasama dengan masyarakat maupun komunitas lokal, sehingga praktek memperkuat saling kebergantungan merupakan hal yang esensial.
Hal yang perlu ditekankan dalam praktek mengurangi kebergantungan, terutama kemandirian ekonomi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah kebergantungan dari pihak pemodal besar, kaum kapitalis, rentenir, umpamanya, yang seringkali mengarah kepada praktek penguasaan sumber daya, sehingga tenaga kerja lokal terjebak hanya sebagai buruh, bukan aktor yang bisa secara kreatif memberdayakan sumber daya lokal yang dimiliki. Semakin mengurangi kebergantungan, dan semakin bisa meningkatkan saling kebergantungan, maka semakin mandiri suatu entitas, individu ataupun suatu usaha.
Jika para santri semakin besar tingkah laku mandirinya, maka semakin aktif mereka mencari informasi, semakin percaya diri, sangup memecahkan masalahnya tanpa bantuan orang lain, suka bekerja keras, senang kompetisi yang sehat, punya kebutuhan berprestasi.
Ekonomi Pesantren
Dengan jumlah santri sekitar 4 juta di seluruh Indonesia, pesantren jelas menjadi salah satu lembaga pendidikan penghasil calon penerus masa depan bangsa. Mulai dari bidang pendidikan hingga pemberdayaan ekonomi. Lulusan pesantren selain bisa berdakwah, harus bisa menggerakkan ekonomi masyarakat.
Salah satu materi atau kecakapan yang perlu dipupuk di lingkungan pesantren adalah mengenai kewirausahaan. Kewirausahaan menjadi bekal bagi santri saat turun ke masyarakat. Turut berinovasi dan menghasilkan ide-ide usaha kreatif yang dapat meningkatkan ketersediaan lapangan kerja di tengah masyarakat.
Tidak hanya sebatas teori atau rumus di dalam kelas. Para santri harus merasakan langsung praktik kewirausahaan sejak di lingkungan pesantren. Banyak sektor yang bisa dikembangkan, mulai dari industri kreatif, seperti desain, fotografi, tekstil, kuliner, hingga aplikasi. Berwirausaha dapat menjadi sumber penghasilan alternatif bagi pesantren, sekaligus mencetak santri produktif dan mandiri.
Berdakwah jelas menjadi hal utama yang harus dilakukan santri, prioritas memberdayakan ekonomi masyarakat dan mempertahankan keberlangsungan hidup pesantren. Sebagaimana Rasulullah mengajarkan, keseimbangan hidup terjadi saat dakwah tetap hidup dan ekonomi masyarakat berdetak. Para santri akan menjadi penerus terkait masa depan dakwah juga kemandirian pesantren dan lulusannya.
*Dosen dan Kaprodi Ekonomi Syariah IAI Tarbiyatut Tholabah.
Nisa and 6384 orang menyukai Postingan ini.