Yudisium Periode XIV IAI TABAH: Lulusan harus Menyeimbangkan Ilmu dan Hikmah

by | Oct 27, 2023 | Berita | 0 comments

IAI TABAH–Institut Agama Islam Tarbiyatut Tholabah (IAI TABAH) Kranji Paciran Lamongan menyelenggarakan Yudisium Kelulusan Program Sarjana Strata Satu XIV, Jum’at (27/10/2023). Agenda yudisium merupakan pengukuhan kelulusan bagi mahasiswa program sarjana yang dinyatakan lulus sidang skripsi dan menuntaskan kewajiban selama perkuliahan. Yudisium program sarjana starta satu ini bertempat di aula Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah Lamongan.

Acara berlangsung dengan lancar dan dihadiri oleh perwakilan pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah, jajaran pimpinan rektorat, dekanat, kaprodi, dosen, dan tendik. Prosesi Yudisium diadakan pada pukul 12:00 WIB, diawali dengan pembacaan ayat suci al-Quran dan dilanjut dengan pembacaan Surat Keputusan (SK) kelulusan.

Zainul Fuad, M.Pd Dekan Fakutas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) serta Moh. Nasrul Amin, M.Pd.I Dekan Fakultas Ushuluddin, Dakwah, Ekonomi dan Bisnis Islam, dan Syariah (FUDES) membacakan SK mahasiswa dengan kategori lulusan terbaik tingkat fakultas dan program studi berdasarkan prestasi akademik maupun non akademik. Acara dilanjutkan dengan pembacaan SK lulusan dengan predikat cumlaude oleh Dr. Raihan, Warek I Bidang Akademik.

Adapun lulusan terbaik FTIK, di antaranya Danang Eko Saputra (PAI, 3.70), Sahro Wardil Lathif (PAI, 3.68), dan Robiatul Adhawiya (PGMI, 3.66). Lulusan terbaik FUDES antara lain Hilya Anis Salamah (IAT, 3.72), Diniyah Sukma (ES, 3.64), dan Candrika Kumala Tungga (KPI, 3.49). Serta ada sebanyak sembilan lulusan dengan mendapat predikat Cumlaude.

Peserta yudisium tahun ini berjumlah 112 mahasiswa dengan rincian 77 mahasiswa dari FTIK dan 35 mahasiswa dari FUDES. Berbeda dengan tahun lalu, kali ini ada enam program studi yang mengikuti yudisium, yakni program studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD), Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), Ilmu Alquran dan Tafsir (IAT), dan Ekonomi Syariah (ES).

Diniyah Sukma selaku perwakilan wisudawan menyampaikan pesan dan kesan di depan para civitas academica. Ia mengatakan bahwa gelar sarjana yang diterima hari ini merupakan awal menuju kesuksesan. Sehingga mahasiswa tidak boleh berpuas diri, yang terpenting adalah nilai kebermanfaatannya.

“Semua yang telah kita lalui adalah sebuah proses penuh makna. Gelar yang kita terima ini adalah awal menuju kesuksesan. Sehingga jangan berpuas diri. Semoga hasil yang telah dicapai dapat bermanfaat, membawa kemajuan serta menjadi role model atau insan yang berguna di tengah tengah masyarakat,” ungkap mahasiswi asal Jetak Paciran ini.

Sementara itu, Dr. Alimul Muniroh, M.Ed. Rektor IAI TABAH memberikan tiga poin penting dalam sambutannya, yakni menjadi sarjana harus be able, be capable, dan be equal. Artinya untuk menjadi bisa, tidak dapat ditempuh dengan cepat dan proses yang biasa-biasa saja, sarjana harus memiliki kemampuan sesuai keilmuwan dari prodi masing-masing, serta di IAI TABAH semuanya setara, selalu menjunjung nilai humanis dan antara ilmu agama dan ilmu umum harus seimbang.

Ia juga menambahkan pesan agar terus menjaga nama almamater IAI TABAH. Ilmu, sikap, dan perilaku harus baik. Jangan menanggalkan nilai-nilai moral yang pernah diajarkan oleh bapak-ibu dosen. Karena kampus selalu menjaga kualitas lulusannya.

“Jaga nama almamater IAI TABAH. Bangun citra yang bagus, nama IAI TABAH akan selalu melekat pada lulusan IAI TABAH. Karena kami komitmen menjaga kualitas almamater tercinta. Terimakasih untuk dosen yang telah mencurahkan sepenuh hati membimbing dan mengajar mahasiswa selama kuliah di IAI TABAH. Semoga kebaikan dan keberkahan dilimpahkan oleh Allah SWT,” pungkas rektor.

Senada dengan yang disampaikan Bu Alimul, Bu Nyai Lujeng Luthfiah memberikan bekal untuk para mahasiswa yang tengah diyudisium, di mana untuk menjadi equal atau setara itu berilmu saja tidak cukup. Tetapi seseorang harus memiliki “hikmah”.

“Untuk menjadi equal, berilmu an sich, tidak cukup. Tetapi harus disertai hikmah, karena dengan hikmah orang bisa menghargai orang lain,” terangnya sembari mengutip dua contoh kisah yang berbeda.

Beliau menambahkan, berilmu itu sebagai alat untuk melakukan sesuatu, sedangkan hikmah untuk mengontrol dan menjadi bijak, agar ilmu yang kita miliki diridloi oleh Allah. Karena bukan ilmu namanya jika malah menjadikan jauh dari Allah. Kedua, Bu Nyai berpesan nilai botol tergantung isinya. Harga kita adalah apa yang tertuang dan menjadi sikap dan ucapan dari kita. Maka, kita harus selalu memantaskan diri dan mengembangkan diri. Pesan terakhir, menjadi sarjana harus bisa membedakan berita hoax, jangan asal share. Mendekati pemilu tidak perlu saling menjelekkan dengan yang lain.

Acara yudisium sore ini ditutup dengan do’a oleh Drs. Marsekhon Mansur, SH. selaku sesepuh dan mantan ketua STAIDRA. Semoga acara ini membawa keberkahan dan kemaslahatan, serta dicatat oleh Allah SWT sebagai amal kebaikan. Aamiin