Pantaskan Diri: Refleksi Guru dalam Kurikulum Merdeka

by | Jul 23, 2023 | Opini | 0 comments

Oleh: Moh. Asykuri (Dosen IAI TABAH Lamongan, Guru SMK Sunan Drajat Lamongan)

(Sumber gambar: Guruinovatif.id)

Tulisan ini penulis awali dengan kata bijak Mendikbudristek RI. Bapak Nadiem Anwar Makarim, dalam pidatonya bertema “Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Belajar”. (Jumat, 11 Februari 2022). Beliau mengatakan “Guru yang terbaik adalah guru yang tidak pernah berhenti belajar dan berinovasi”.

Kebijakan merdeka belajar melahirkan paradigma baru tentang pendidikan dan pembelajaran serta peran guru. Dikatakan oleh menteri pendidikan dan kebudyaan bahwa tugas guru itu mulia dan sulit (Yamin & Syahrir, 2020; Natalia & Sukraini, 2021). Tugas guru mulia karena guru mempersiapkan generasi muda untuk pembangunan. Tugas guru sulit karena tidak mudah mendidik manusia dengan segala karakteristik, permasalahn dan kebutuhannya. Pada dasarnya konsep merdeka belajar ingin membebaskan guru dan siswa.

Asumsi utama merdeka belajar adalah pemberian kepercayaan kepada guru sehingga guru merasa merdeka dalam melaksanakan pembelajaran (Koesoema, 2020). Merdeka belajar adalah kemerdekaan berpikir dimana esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru terlebih dahulu (Priatma, 2020). Penerapan kebijakan merdeka belajar menguatkan berbagai peran guru dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, konsep merdeka belajar mengurangi beban guru yang berkutat dengan pembuatan administrasi pendidikan, dari tekanan politisasi pendidikan untuk lebih leluasa dan bebas melaksanakan dan menilai hasil belajar siswa. (Yamin & Syahrir, 2020).

Lembaga pendidikan dan guru dewasa ini dihadapkan pada tuntutan yang semakin berat, terutama untuk mempersiapkan anak didik agar mampu menghadapi dinamika perubahan global yang berkembang pesat. Perubahan yang terjadi tidak saja berkaitan dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi saja, melainkan juga menyentuh tentang pergeseran aspek nilai dan moral dalam kehidupan bermasyarakat. (Wardani, 2010). Masyarakat masih berharap para guru dapat menampilkan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral seperti kejujuran, keadilan, dan mematuhi kode etik profesionalnya. (Lickona, 1991).

Guru adalah seseorang pengajar yang harus digugu dan ditiru oleh peserta didik dan lingkungan masyarakat sekitar. Makna dari digugu ialah peserta didik mempercayai dan meyakini apa yang di sampaikan oleh seorang guru, sedangkan ditiru adalah seorang guru menjadi contoh yang baik bagi peserta didik mulai dari adab, akhlak, dan sopan santun. (Wicaksono, 2019). Guru haruslah menjadi teladan dan seorang model sekaligus mentor dari murid dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah hati dan olah rasa mereka.

Dalam kurikulum merdeka posisi guru adalah penggerak merdeka belajar. Guru penggerak merdeka belajar dituntut tidak hanya mampu mengajar dan mengelola kegiatan kelas secara efektif, tetapi juga membangun hubungan efektif kepada peserta didik dan komunitas sekolah. Selain itu mampu menggunakan teknologi untuk mendukung peningkatan mutu dan melakukan refleksi, serta perbaikan praktik pembelajaran secara terus-menerus. (Kompas.com, 2022).

Makna merdeka belajar yang merujuk pada beberapa literatur dapat dikemukakan yaitu merdeka berpikir, merdeka berinovasi, merdeka belajar mandiri dan kreatif (Lao & Hendrik, 2020), merdeka untuk kebahagiaan (Lie, 2020). Berikut dapat penulis uraiakan makna-makna tersebut di atas:

  1. Makna merdeka berpikir

Berpikir merupakan proses aktivitas akal budi manusia menangkap realitas di luar dirinya untuk menemukan kebenaran tentang tentang realitas itu. (Posangi, 2018). Moesly dalam Saleh (2020) menyataan bahwa merdeka adalah kondisi pikiran. Pikiran akan mampu memahami makna kemerdekaan dan mengkoneksikan dalam kegiatan yang memerdekakan. Jika guru memahami konsep merdeka belajar dengan tepat maka guru akan tepat pula melaksanakannya. Justru salah satu problem dalam pendidikan juga dalam implementasi kurikulum di sekolah adalah guru kurang mendapat iklim kebebasan berpikir baik dalam mendesain maupun dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru seolah tidak berani berpikir dan bertindak karena takut. Guru merasa lebih aman apabila taat kepada petunjuk atasan. Fenomena ini tidak saja pada tataran praktis pembelajaran tetapi pada problem mendasar dimana pendidikan kehilangan orientasi dasar yaitu berkembangnya keberanian dan merdeka berpikir (Priatma, 2020; Kurniawan et al., 2020).

Konsep merdeka berpikir dapat diimplementasikan guru dengan menjadi teman belajar bagi siswa. Guru sebagai teman belajar siswa mendesain pembelajaran yang menyenangkan agar siswa memiliki kesadaran diri dan merdeka dalam menentukan pilihan-pilihan belajarnya (Mahendra, 2020). Kemerdekaasn berpikir siswa dapat berkembang dalam pendidikan yang bersifat demokratis di mana siswa mendapat kebebasan dan kemerdekaan belajar baik menyangkut materi, strategi dan media pembelajaran (Mustaghfiroh, 2020). Secara hakiki merdeka belajar adalah merdeka berpikir, di mana guru lebih dulu memiliki kemerdekaan berpikir untuk dapat memerdekakan siswa melalui kegiatan pembelajaran (Sherly et al., 2020). Siswa merdeka dalam belajar jika guru merdeka dalam mengajar.

  • Merdeka berinovasi

Makna lain yang terkandung dalam konsep merdeka belajar adalah kemerdekaan dalam berinovasi. Para ahli pendidikan dan psikologi memiliki persepsinya tentang inovasi namun sebenarnya mengandug makna yang sama. Misalnya, Richard Lyons dalam Garavaglia (2016) mendeskripsikan inovasi sebagai pemikiran segar yang menciptakan nilai (fresh thinking that creates value). Penciptaan nilai sangat penting dalam pendidikan nilai yang diciptakan merupakan perbedaan antara keadaan sebelumnya dan keadaan akhir yang dihasilkan sebagai hasil dari proses pendidikan. (Kogabayev & Maziliauskas, 2017) mengatakan bahwa inovasi terdiri dari ide baru dan implementasinya menjadi produk, proses, dan perubahan yang mengarah pada pertumbuhan yang dinamis. Kemudian, (Zaltman & Duncan dalam Kristiawan et al, 2018) memaknai inovasi sebagai gagasan, praktik, materi yang dipandang sebagai sesuatu yang baru. Inovasi adalah objek perubahan. Menurut Nasution dalam Gumanti (2020) pada inovasi terdapat perubahan yang bermakna sebagai pergantian, perubahan, penambahan, penyusunan kembali, penghapusan dan penguatan (substitution, alternation, addition, restructuring, elimination, and reinforcement).

Dalam pendidikan, inovasi menjadi sebuah keharusan untuk membawa perubahan kualitatif siswa dan sekolah. Inovasi mengarah pada efisiensi dan hasil yang lebih baik dalam kualitas proses dan hasil belajar siswa. maka perlu dikembangkan inovasi dalam pendidikan sekaligus keterampilan dan pendidikan untuk berinovasi. Karena itu pengembangan merdeka berinovasi bagi siswa dapat dikembangkan melalu penerapan model-model pembelajaran berbasis inovatif. (Tibahary & Muliana, 2018). Lagi pula kemampuan berinovasi merupakan salah satu keterampilan abad 21 yang perlu dicapai oleh siswa. (Redhana, 2019; Nakano & Weschsler, 2018).

Untuk mengembangkan kemampuan inovasi siswa maka guru harus mendesain dan mengimplementasikan pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran inovatif bermakna pembelajaran yang didesain oleh guru yang tercetus dari gagasan-gagasan baru untuk memfasilitasi siswa menguasai keterampilan dan mencapai hasil belajar secara maksimal (Purwadhi, 2019). Pembelajaran inovatif berarti kreativitas dan kebaruan guru dalam mengubah gaya dan metode pembelajaran. Guru menerapkan ide-ide baru, metode kreatif, teknologi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa (Kalyani & Rajasekaran, 2018). Pembelajaran yang inovatif adalah sebuah keharusan bagi guru untuk memenuhi kebutuhan pendidikan siswa. Untuk itu kompetensi guru dalam pembelajaran inovatif merupakan faktor kunci yang mempengaruhi kemampuan melaksanakan pembelajaran inovatif.

  • Merdeka belajar mandiri dan kreatif

Ada istilah-istilah yang pengertiannya hampir sama dengan konsep belajar mandiri seperti independent learning, autonomous learning, dan self-directed learning (Chaeruman, 2018). Knowles dalam Fisher et al (2001) mendefinisikan belajar mandiri sebagai suatu proses di mana siswa berinisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, mendiagnosis kebutuhan belajar mereka, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi siwa dan materi belajar, memilih dan menggunakan strategi atau metode belajar yang tepat, serta mengevaluasi hasil belajarnya.

Dalam konteks tersebut belajar mandiri dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu belajar mandiri sebagai sebuah proses atau metode belajar dan katakteristik pribadi siswa (Oishi, 2020). Sebagai proses atau metode belajar maka belajar mandiri menjadi tanggungjawab siswa. Siswa bertanggungjawab dalam merencanakan, melaksanakan kegiatan belajar hingga mengevaluasi belajarnya.

Belajar mandiri sebagai karakteristik pribadi, maka belajar mandiri mengandaikan siswa bertaggungjawab dan aktif dalam proses belajar, terbuka, berinsiatif, memiliki tujuan belajar serta mampu menyelesaikan masalah-masalah belajarnya. Maka dapat dipahami bahwa belajar mandiri dilakukan oleh siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah dalam meningkatkan potensi dan kemampuannya (Putra et al., 2017).

Runco dan Chand dalam Hosseini (2014) menyatakan bahwa berpikir kreatif merupakan pemikiran yang mengarah pada inovasi, solusi, dan berwawasan yang membutuhkan komponen dan proses interaktif. Komponen yang mempengaruhi tersebut adalah pengetahuan dan motivasi siswa itu sendiri.

Namun, Chow dalam Alizamar et al (2019) mengatakan bahwa kreatif bukan hanya sebuah karakteristik individual tetapi dipengaruhi oleh budaya dan masyarakat. Artinya, kreativitas tidak hanya dipengaruhi oleh proses kognitif yang berkaitan dengan pemikiran divergen tetapi juga dipengaruhi oleh faktor kemampuan bersaing dan berkembang dalam proses pendidikan yang berasal dari budaya dan lingkungan masyarakat. Sebagai kemampuan atau karakteristik individual, kreativitas memuat aspek fluency (kefasihan), flexybility (keluwesan), originality (keaslian), dan elaboration (keterincian). (Rudyanto, 2016).

Proses pembelajaran dalam merdeka belajar perlu mengembangkan kreativitas siswa secara leluasa. Kegiatan pembelajaran didesain untuk meningkatkan kemampuan inovasi dan kreativitas siswa. pemanfaatan strategi dan media pembelajaran memfasilitasi pola pikir siswa yang memberi efak inovasi dan kreatif. Beberapa strategi dapat dimanfaatkkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan dimensi inovasi dan kreativitas siswa yaitu spirit belajar, literasi terhadap teknologi, kemampuan berkomunikasi intrapersonal, berkolaborasi, keterampilan belajar mandiri (Afghani & Sutama, 2020).

Hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kreativitas siswa dalam pembelajaran adalah siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menentukan topik dan kegiatan dalam pembelajaran khususnya dalam menyelesaikan masalah pembelajaran, siswa dapat mengetahui dan melibatkan diri dalam penilaian hasil belajar atau hasil kerja, guru memberikan reward (non materi) kepada siswa yang menunjukan hasil belajar yang diharapkan (Kau, 2017).

  • Merdeka untuk kebahagiaan

Kebijakan merdeka belajar merupakan sebuah program untuk menciptakan iklim belajar menyenangkan, suasana bahagia bagi siswa maupun guru (Sherly et al., 2020). Spirit merdeka belajar di sekolah adalah siswa belajar dan guru mengajar tanpa merasa terbelenggu. Segala sesuatu dilakukan untuk kebahagiaan. Siswa belajar dan guru mengajar dengan bahagia dan untuk bahagia. pendidikan di salah satu sisi mengantar siswa menjadi unggul dalam berbagai bidang tetapi perlu mengisi kebermaknaan hidup agar siswa tidak terjerumus dalam keterasingan dirinya melainkan merasa bahagia dengan diri dan hidupnya. Konsep merdeka belajar membuat siswa mencapai kebahagiaan yang terletak pada penggunaan kebebasan yang memerdekakan dirinya sendiri dan membawa berkah bagi sesamanya (Lie, 2020).

Banyak penelitian yang menunjukan pentingnya dimensi kebahagian dalam pembelajaran. Penelitian (Zareiyan & Taheri, 2017) tentang peran komponen kebahagiaan dalam kinerja pendidikan dan harga diri siswa. Kebahagiaan dapat meningkatkan rasa harga diri siswa. Kemudian penelitian (İhtiyaroğlu, 2018) tentang adanya hubungan kebahagiaan, tingkat kepuasan guru dengan kehidupan dan pengelolaan kelas. Dan penelitian (Calp, 2020) tentang sekolah kedamaian dan kebahagiaan sebagai cara membangun lingkungan belajar yang positif bagi siswa.

Kebahagiaan bukan hanya sebagai tujuan hidup melainkan keadaan yang dapat dicapai dan diajarkan. Sekolah melalui proses pembelajaran merupakan tempat memfasilitasi kebahagiaan bagi siswa. Sekolah dimana guru dan siswa dan seluruh komponen sekolah merasa bahagia dapat dipandang sebagai sekolah bahagia. Kemudian Unoma (2013) dalam laporan penelitian yang berjudul Learning the Student’s Happiness Model, menyatakan bahwa kebahagiaan memiliki peran yang besar dalam hidup, emosi dan penciptaan lingkungan yang damai, serta dalam meningkatkan relasi. Lebih lanjut dikatakan bahwa kualitas individu, faktor instruksional, sosiokultural serta manajemen partisipatif merupakan faktor penting dan efektif dalam mengembankkan pembelajaran yang membahagiakan siswa.

Iklim proses pembelajaran sangat menentukan kebebasan dan kebahagiaan siswa dalam melaksanakan proses belajar dan pembelajaran. Suasana psikologis yang menyenangkan, lingkungan belajar yang kondusif, kinerja guru dalam proses pembelajaran dapat menjadi komponen penting yang mempengaruhi dan menentukan kebahagiaan belajar siswa (Handayani & Rohman, 2020).

Peran guru sangat penting dalam mencipyakan iklim bahagia siswa dalam belajar. Bahkan penelitian (Duckworth & Seligman, 2006) menunjukan bahwa kebahagiaan siswa dapat dibangun dan dikembangkan melalui berbagai praktis terstruktur dan alamiah. Karena itu pengkondisian suasana dan lingkungan belajar yang menyenangkan sangat penting bagi kegiatan belajar siswa sekolah dasar. Menurut Rose dan Nicholl dalam Jaya (2017) suasana atau lingkungan belajar yang menyenangkan adalah lingkungan tanpa stress, bahan ajar relevan dengan kebutuhan dan harapan siswa, proses belajar berlangsung dalam suasana emosional yang positif, mengkomunikasikan pengetahuan dengan menyenangkan, ada keterlibatan siswa secara aktif.

Kebahagiaan merupakan sebuah konsep yang menggambarkan finalitas dari seluruh hidup manusia. Harris dalam (Irianto & Subandi, 2015) mengartikan kebahagian sebagai (1) perasaan gembira, kepuasan, (2) hidup yang kaya makna (meaningfull life). bahkan kebahagiaan dapat menjadi faktor kunci dalam proses dan hasil belajar siswa. Kebahagiaan juga menjadi mptivasi mengajar guru di kelas. kebahagiaan di dalam kelas merupakan strategi dan tujuan untuk mengembangkan baik guru maupun siswa (Stercke et al., 2015).

Dari urain diatas, penulis mengusulkan agar guru dan murid sama-sama harus dapat memahami merdeka belajar baik secara konsep maupun implementasi seutuhnya, agar guru dan murid dapat menjalankan perannya masing-masing secara profesional dan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu mari kita sebagai pendidik melakukan refleksi diri untuk “memantaskan diri” agar semangat dalam platform merdeka belajar ini dapat membawa kemerdekaan dan kebahagiaan dalam pendidikan yang kita cintai ini.

Wallahu a’lam bish-shawaab.