Oleh:
Moh. Khoirul Fatih, M. Ag
(Dosen IAI Tarbiyatut Tholabah Lamongan)
Balun sebagai simbol harmoni Lamongan terinspirasi dari kondisi sosial keagamaan masyarakatnya yang terjalin baik dan harmonis, semangat gotong royong yang begitu tinggi menjadi faktor Balun tetap survive dengan kebhinekaannya, sebutan desa pancasila adalah bukti otentik bahwa Balun adalah simbol harmoni antar umat beragama yang ada di Kabupaten Lamongan.
Kehadiran Balun sebagai desa yang menjunjung tinggi nilai harmoni diharapkan dapat menjadi tonggak pertama adanya perdamaian dan kasih sayang antar umat beragama di Kabupaten Lamongan. Dengan tetap konsisten menjaga hubungan baik lintas iman kiranya dapat menjadikan Lamongan sebagai daerah yang terbebas dari isu isu SARA, radikalisme, dan terorisme yang sejak tahun 2002 melekat pada Kabupaten Lamongan karena kasus BOM Bali yang melibatkan warga asli Lamongan.
Desa yang berada di Kecamatan Turi Lamongan ini memberikan pesan penting tentang keutamaan menjaga kerukunan dan menghargai segala bentuk kemajemukkan sebagai modal sosial membina kehidupan keagamaan yang tantularisme yaitu semangat keagamaan yang memiliki tipologi religius, non doktriner, toleran, akomodatif dan optimistik. Untuk mencapai kerukunan antarumat beragama di Indonesia, setiap pengikut agama harus memahami agamanya secara mendalam dan menghormati bentuk keyakinan yang berbeda. Terdapat lima konsep pemikiran yang ditawarkan Mukti Ali (Pemikir Studi Agama Indonesia dan Mantan Menteri Agama Era Presiden Soeharto), yaitu: sinkretisme, reconception, sintesea, Penggantian, dan Agree in disagreement.
Kelima konsep tersebut diwujudkan dalam bentuk dialog sebagai sarana pembentuk kerukunan. Dialog antarumat beragama adalah cara yang digunakan Mukti Ali dalam usahanya membentuk kerukunan. Dialog dan kerukunan antarumat beragama merupakan jembatan penghubung yang tidak dapat dipisahkan, keduanya akan saling berkaitan karena dalam usaha menciptakan kerukunan diperluhkan juga dialog antarumat beragama sebagai sarana bertukar pikiran, persahabatan dan kerjasama dalam menciptakan tatanan sosial yang ideal.
Setiap agama terkandung dua macam kecenderungan ajaran, yang tampak saling bertentangan. Pertama, kecenderungan yang mengajarkan bahwa agama yang dianut oleh seseorang adalah agama yang paling benar, mutlak, superior, dan menyelamatkan. Sedangkan orang-orang yang beragama lain adalah sesat, kafir, celaka, dan harus dijauhi atau dibujuk agar mengikuti agamanya. Kedua, ajaran bahwa setiap orang harus menghormati, dicintai, tidak ada paksaan dalam agama, dan dianjurkan berbuat bebajikan kepada siapa saja, bahkan kebaikan ini dianggap sebagai inti dari ajaran setiap agama. Sejarah mencatat bahwa berbagai peristiwa ketegangan antarumat beragama telah menjadi bagian dari sejarah perjalanan agama dan umatnya, khususnya di Indonesia.
Masyarakat Balun Turi Lamongan dikenal sebagai masyarakat multi religi dan multi kultur yang terdiri dari berbagai macam agama, budaya serta golongan. Berkaitan dengan hubungan antar umat beragama, nenek moyang Kabupaten Lamongan mewariskan semangat toleransi, penuh kedamaian serta mengakui pluralisme keberagamaan dan keesaan dalam kebenaran sebagai bentuk semangat membangun daerah, hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya makam wali dan peninggalan majapahit yang ada di Lamongan. Peluang lainnya bagi terwujudnya hubungan yang harmonis antar umat beragama di Lamongan adalah sebutan Desa Pancasila yang diberikan kepada Desa Balun sebagai titik temu keragaman kepercayaan dan kearifan lokal sebagai penyangga budaya kerukunan. Maka dari sinilah semangat toleransi dan harmoni itu dibangun untuk mendukung Lamongan menuju kejayaan.
Berbicara kearifan lokal di Kabupaten lamongan tentu tidak bisa lepas dari desa Balun. Terletak di utara pusat kota Lamongan, desa ini menjadi desa wisata religi dengan memberi keunikan dari sisi masyarakat dan kearifan lokal penduduk setempat. Berdasarkan cerita dari sesepuh adat setempat nama desa Balun berasal dari kata “Mbah Alun”.
Tokoh Mbah Alun sendiri merupakan Raja Blambangan yang lahir di Lumajang. Mbah Alun belajar mengaji dari Sunan Giri IV (Sunan Prapen), selesai belajar mengaji ia kembali ke tempatnya untuk mensyiarkan agama sebelum diangkat menjadi Raja Blambangan. Selama pemerintahannya pada tahun 1633-1639 Blambangan mendapatkan serangan dari Belanda dan Mataram hingga hancur. Hingga saat itu Mbah Alun melarikan diri ke arah wilayah Lamongan untuk mencari perlindungan.
Beliau bersembunyi disekitar Candi Pari, sebelum akhirnya ia mensyiarkan Agama Islam di daerah ini hingga akhir hayatnya. Ia pun mendapatkan gelar “Sunan Tawang Alun” dan namanya diabadikan menjadi nama desa “Balun”. Selain itu juga ia mendapat sebutan dengan nama Sin Arih karena ia menyembunyikan identitas dirinya sebagai seorang raja.
Setelah peristiwa G30S tepatnya pada tahun 1967 mulai masuk dan berkembang di desa ini agama Kristen. Berawal dari kekosongan kekuasaan pada jabatan pamong-pamong yang terlibat dalam peristiwa ini maka ditunjuklah pejabat sementara, Prajurit tersebut bernama Pak Bathi. Pak Bathi sendiri merupakan penganut agama Kristen sehingga dari sinilah agama Kristen mulai berkembang. Seiring berjalannya waktu Pak Bathi menunjuk seorang pendeta untuk membaptis pemeluk baru, dengan sikap keterbukaan dan toleransi tinggi yang ditujukan oleh masyarakat Balun serta metode dakwah tanpa kekerasan membuat banyak orang yang memeluk Kristen.
Pada tahun yang sama agama Hindu masuk ke desa ini. Tokoh sesepuhnya adalah bapak Thardono Sasmito dari Desa Plosowahyu. Sebagai agama pendatang Hindu berkembang secara pelan-pelan dan mulai melakukan sembahyang dirumah tokoh-tokoh adat, sebelum akhirnya dengan semangat swadaya tinggi untuk membangun tempat peribadatan masing-masing.
Sebagai kesimpulan, Desa Balun merupakan wajah harmoni antar umat beragama yang berada di Kabupaten Lamongan, beberapa hal positif yang dapat diambil dari Desa Balun adalah semangat toleransi yang sudah terbangun sejak lama dan dijaga sampai generasi sekarang. Selain itu, Balun dapat menempatkan diri di tengah keragaman pandangan dan kepercayaan masyarakat Lamongan, Balun juga dikenal sebagai kampung yang moderat dan berusaha menjaga nilai-nilai kerukunan yang dikemas dalam kearifan lokal masyarakat. Dari Balun Lamongan kita belajar untuk beragama secara fleksibel dan tidak kaku, agama sejatinya adalah sumber inspirasi bukan aspirasi semata. []