IAI TABAH–Lamongan (19/06), Muhammad Nur Hasan, S.Si., M.Sc. salah satu dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan mengajak mahasiswa dan mahasiswinya berkunjung ke Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Desa yang terdiri dari 10 RT ini santer dikenal dengan Desa Pancasila. Bukan tanpa sebab, memang karena penduduknya memeluk tiga agama yang berbeda dan nilai-nilai Pancasila sangat tampak diterapkan di kehidupan sehari-hari.
Dalam kesempatan studi lapang serta menerapkan kurikulum merdeka, dosen lulusan Thailand ini melakukan dialog dengan para tokoh agama setempat. Mulai dari Bapak Drs. Sutrisno (pemuka agama Kristen), Bu Ambar (istri dari Pak Ketut, pemangku agama Hindu), dan Pak Hafidh Sa’adullah, Sekretaris Desa yang juga membantu menceritakan perihal kentalnya nilai toleransi di Desa Balun.
Ketika memasuki Desa Balun ini langsung disuguhkan dengan tulisan “Selamat Datang di Desa Pancasila” terpampang di gerbang masuk desa. Uniknya lagi, di desa ini tempat ibadahnya saling bedekatan. Masjid Miftahul Huda berdiri di antara Pura Sweta Mahasuci dan Gereja Kristen jawi Wetan. Hal ini yang menjadi daya tarik warga di luar Desa Balun untuk sekedar wisata religi atau mengkaji lebih dalam potret Desa Balun.
“Masyarakat di sini sejak dulu toleransinya sangat tinggi. Setiap kegiatan masyarakat sengkuyung bareng. Pun acara keagamaan dari masing-masing agama saling membantu. Hal semacam ini sudah biasa dilakukan layaknya natural, bahkan aturan keagamaan tidak tertulis di dalam peraturan desa, namun warga di sini saling menghargai dan bergotong royong,” ujar Sekdes Desa Balun.
Dalam peribadatan dan kegiatan sosial masyarakat mereka sangat mengedapankan nilai-nilai moderasi beragama. Sehingga mampu hidup guyup rukun tanpa adanya suatu konflik. Jika bicara implementasinya, banyak contoh yang dapat kita temukan di Desa Balun ini.
“Peran serta masyarakat dalam menerapkan moderasi beragama di Desa Balun ini sangatlah penting, terutama generasi muidanya. Para generasi muda baik dari agama Islam, Kristen, maupun Hindu saling membantu asalkan tidak mencampur mana urusan keimanan dan mana yang masih bisa dikerjakan bersama. Seperti saat warga agama Kristen melakukan peribadatan hari Minggu, masjid tidak membunyikan qiroah sebelum adzan. Adzan pun pakai speaker dalam saja, sehingga tidak sampai keluar. Ketika umat muslim melaksanaan shalat hari raya, warga non muslim dengan sukarela membantu jaga parkiran sepeda motor. Pada saat momen Natalan menyembelih kambing, meminta bantuan pak modin agar warga yang beragama Islam bisa ikut makan bersama. Kemarin ada acara festival ogoh-ogoh dari agama Hindu, semua warga juga ikut membuat dan meramaikan bersama di lapangan desa, dan masih banyak contoh lainnya,” terang Pak Sutrisno.
“Meskipun agama Hindu menjadi minoritas di sini, tetapi tekanan ataupun perlakuan sewenang-wenang tentang agama tidak pernah ada. Masing-masing dari mereka saling menjaga. Begitu pula tidak ada pengelompokan tempat tinggal berdasarkan agama, mereka campur dan menyebar merata. bahkan ada satu rumah yang keluarganya terdiri dari tiga agama yang berbeda,” papar Bu Ambar mengkonfirmasi apa yang telah disampaikan oleh Pak Tris.
Potret toleransi semacam ini dapat dijadikan teladan kerukunan umat beragama di Indonesia, sebagai negara yang pluralisme dan multikultural. Tidak heran jika banyak tamu dari luar Lamongan, berbagai media, pejabat pemerintahan, dan kalangan akademisi yang datang ke Desa Balun untuk menggali informasi dan melihat langsung fenomena masyarakat Desa Pancasila.
Kebiasaan lain dari masyarakat Balun ini adalah penyambutan bulan Agustus yang dimeriahkan dengan banyak acara yang biasanya atas inisiatif atau arahan pihak desa. Untuk Agustus tahun ini acara yang diadakan dalam lingkup desa dan mencakup semua masyarakat adalah pentas seni dan donor darah massal yang di pelopori oleh kalangan pemuda (karang taruna). Sebagai ciri khas masyarakat yang multi agama adalah seni yang dimainkan dalam pentas seni. Adanya kolaborasi dari tri-agama, dimana Islam dengan seni hadrah dengan bermain rebana, kristen dengan musik band, dan hindu dengan seni jawa dan alat musik gamelannya. []