Oleh: Moh. Asykuri[1]
Hasil survei Rythia Afkar, peneliti Bank Dunia (World Bank), menyatakan bahwa kualitas dan performance guru di Indonesia saat ini masih cukup rendah.[2] Meskipun demikian diakui maupun tidak diakui Indonesia dapat berdiri sampai saat ini di antaranya adalah berkat jasa guru seperti Ki Hadjar Dewantara, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’ari, R. A. Kartini, Dewi Sartika, Rohana Kudus, Moh. Yamin dan lain-lain.
Terkait pahlawan dan kepahlawanan, sekarang ini ada banyak varian gelar pahlawan yang dapat disematkan pada insan-insan yang menonjol ataupun mempunyai peranan besar dalam bidang yang digelutinya, di antaranya pahlawan olahraga bagi para atlet, pahlawan seni dan budaya bagi para seniman dan budayawan, pahlawan devisa bagi para tenaga kerja Indonesia, dan pahlawan pendidikan bagi para guru.[3]
Guru atau pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.[4] Dalam bahasa arab ada beberapa istilah yang menunjukkan pengertian guru seperti ustaz (guru, profesor), mudarris (guru, pengajar), mu’allim (mengetahui hakikat ilmu, ahli dalam bidang tertentu), muaddib (mendidik, melatih akhlak), murabby (mengasuh, mendidik). Menurut Al-Ghazali seseorang dinamai guru apabila memberikan sesuatu (pembelajaran) kepada siapapun. [5]
Memang ada beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kompensasi (gaji) mempunyai pengaruh signifikan terhadap performance (kinerja) guru.[6] Tetapi di sisi lain, ada yang sebaliknya bahwa kompensasi guru tidak berpengaruh terhadap kinerja guru. Seperti para guru, dan kiyai di kampung, guru ngaji di sebagian pesantren atau TPQ dan lain sebagainya.[7] Guru tetap mempunyai kinerja tinggi walaupun digaji kecil bahkan ada yang tidak menerima gaji sama sekali, karena guru yakin ada keberkahan dalam mengajar dari Allah Swt. Sebagian lagi karena mereka berkeyakinan mengajar adalah ibadah (I’m a God’s creature). Guru yang menyandarkan aspek ibadah sebagai basis profesinya, akan mampu membedakan mana keinginan dan mana kebutuhan sehingga ia tidak terjebak pada gaya hidup yang materialistik, atau terjebak pada gali lubang-tutup lubang demi sebuah gaya hidup.[8]
Gaji guru di Indonesia, memang belum ada ketetapan UMR baku, tetapi pemerintah sejak tahun 2007 sudah memperhatikan kesejahteraan guru dengan adanya program sertifikasi guru dan dosen seiring diterbitkannya Peraturan Mendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan. Bagi sebagian guru yang belum masuk program sertifikasi guru dan dosen tetap menyakini, apabila mengajar dengan penuh ikhlas dan bergaji kecil ada gaji tambahan lain dari Allah Swt. yaitu keberkahan.
Berkah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti kebaikan Tuhan yang mendatangkan kebaikan kehidupan manusia.[9] Dalam “The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World” dikatakan bahwa kata berkah berasal dari akar kata bahasa Arab. Makna paling dasarnya ialah “blessing” (keberkahan/keuntungan), “beneficent force” (kekuatan kedermawanan), atau “supranatural power” (kekuatan supranatural/di luar kebiasaan) yang dianugerahkan oleh Yang Maha Kuasa kepada umat manusia.[10]
Menurut Muhammad Mutawallī al-Sya’rāwī (w. 1419 H/1998 M), berkah adalah sesuatu yang dapat memberikan lebih banyak dari yang seharusnya diberikan menurut ukuran normalnya. Berkah ialah ketika Allah Swt. memberikan penambahan yang banyak (yang tidak kasat mata) pada rezeki yang sedikit dan halal. Misalnya seseorang yang penghasilannya sedikit, tetapi dia dapat hidup bersama keluarga dan anak-anaknya dengan kerelaan dan kebahagiaan, tanpa perasaan tersiksa atau tertekan.[11]
Jadi, dapat dikatakan bahwa berkah menurut istilah ialah kebaikan yang berasal dari Allah Swt. yang diberikan kepada makhluk-Nya. Berkah sifatnya tetap dan banyak, baik berupa materi maupun non materi.[12]
Wujud keberkahan seorang guru menurut pandangan penulis banyak aspek di antaranya pertama, banyak kawan-kawan guru terutama guru swasta yang secara ekonomi pas-pasan tetapi tetap mampu menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya sampai sarjana bahkan pasca sarjana, padahal gajinya kalau dihitung secara matematis tidak masuk akal dapat mencukupinya. Ada juga sebagian ketika terjadi masalah kesulitan dalam membesarkan, mendidik dan menyekolahkan anak-anaknya selalu ada “invisible hand” yang menyelesaikan masalah kesulitan tersebut.
Kedua, mendapatkan keberkahan ilmu. Orang yang berilmu semaksimal dapat mengamalkan ilmunya dengan jalan mengajarkan kepada orang murid-muridnya agar tidak punah atau lupa, karena selalu dikaji dengan murid-muridnya. Karena arti dari keberkahan ilmu adalah bertambahnya wawasan, pengetahuan, tidak lupa, dan membawa pemiliknya agar selalu taat kepada Allah Swt. Ingatlah Nabi Muhammad saw. pernah bersabda: “Bencana ilmu adalah lupa, dan menyia-nyiakan ilmu dengan membicarakannya dengan yang bukan ahlinya (bukan bidangnya).” [HR. Ibnu Abu Syaibah].[13]
Ketiga, keberkahan seorang guru adalah mempunyai banyak “saldo” pahala akhirat yang tidak terputus walau sudah tiada. Guru yang mengajarkan ilmunya secara ikhlas kepada murid-muridnya, maka pahalanya akan terus mengalir sampai di alam barzah, sebagaimana hadits Nabi saw. yang artinya “Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda: Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh” (HR Muslim [no.1631]).
Itulah guru yang mempunyai tugas dan kedudukan yang sangat mulia, karena guru kita dapat membaca dan menulis, dapat mengetahui mana yang benar dan yang salah. Jadi sangat pantaslah guru itu disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, dan pahlawan yang penuh berkah. Akhirnya semoga tulisan ini bermanfaat dan terima kasih.
[1] Guru Kewirausahaan SMK Sunan Drajat Lamongan sejak tahun 2009 sampai sekarang. Tulisan ini dikirim pada kolom opini kampus IAI Tabah Lamongan dalam rangka memperingati hari Pahlawan 10 November 2022.
[2] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210917142431-12-695785/ahli-world-bank-nilai-kualitas-guru-di-indonesia-masih-rendah. (diakses, tanggal 1 November 2022).
[3] Freddy Nababan, Pegiat literasi di Toba Writers Forum (TWF), dan mahasiswa Pascasarjana Nommensen, Medan. https://geotimes.id/author/freddy-nababan/ (diakses, tanggal 1 November 2022).
[4] Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional RI, 2023, 13.
[5] Shafique Ali Khan, Filsafat Pendidikan Al-Ghazali (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005), 62.
[6] Kur Daru Widayati, “Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Guru Pada Sekolah Dasar Negeri Jatiwaringin X Bekasi”, Jurnal Widya Cipta, Volume 3 No. 1, (2019), 23., Penelitian oleh Ririn Utami, Skripsi: “Pengaruh Gaji Terhadap Kinerja Guru Di Yayasan Sma Rijaya Negara Palembang, (Palembang, Universitas Sriwijaya, 2018), 53., dan Penelitian oleh Zira Mashfufatul Fakhiroh, Skripsi: “hubungan pendapatan dengan Kualitas kinerja guru dalam pembelajaran Di SMK Diponegoro 1 Purwokerto, (Purwokerto, IAI Porwokerto, 2018), 73.
[7] Kemenag RI, “Mendidik Tanpa Pamrih: Kisah para Pejuang Pendidikan Islam”, Ditjen Pendidikan Islam, 2015.
[8] Fory Armin Naway, SANG GURU Panduan Guru Profesional Menuju Indonesia 4.0, (Gorontalo: PGRI Gorontalo Pres, 2019), 38.
[9]Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi keempat (Cet. I; Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 185.
[10] John L. Eposito, et al., eds., The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World (New York: Oxford University Press, 1995), 199.
[11] Zaenal Abidin, Andi Satrianingsih, FIKIH BERKAH (Memahami Hakikat Berkah untuk Meraih Keberkahan Hidup), (Makasar: Alauddin University Press, 2020), 31.
[12] Ibid.
[13] Sayyid Ahmad bin Ibrahim Al-Hasyimi , “Terjemahan Syarah Mukhtarul Ahadits An-Nabawiyah Wal Hukama Al-Muhammadiyah”, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet. XI, 2008), 2.