Pandemi Covid 19 telah memaksa setiap orang untuk menghadapi berbagai persoalan baru di bidang teknologi, khususnya pada setiap orang tua yang mempunyai anak yang sedang menempuh pendidikan. Pada kondisi seperti itu para orang tua sebagai salah satu bagian terpenting untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang berbeda dengan sebelum pandemi. Orang tua (wali siswa) harus terus mengembangkan diri serta meningkatkan kemampuannya di bidang teknologi.
Mereka dituntut mendampingi anak-anak mereka, khususnya yang anaknya masih menempuh TK,SD, dan SMP ketika dihadapkan dengan pembelajaran-pembelajaran berbasis IT atau pembelajaran-pembelajaran yang disebut daring, sudah barang tentu hal ini tidak mudah bagi sementara kalangan, terlebih yang selama ini kurang kurang akrab dengan pmbelajaran daring. Dibutuhkan penyesuaian serta ketelatenan lebih dari orang tua (Wali siswa) dalam mendampingi anak-anaknya agar tetap bisa mendampingi anak-anak mereka tanpa mengabaikan tugas dan kewajiban lain mereka.
Di satu sisi perubahan memberikan harapan, tetapi di sisi lain menghadirkan beban tambahan bagi orang tua (wali siswa). Mendampingi anak belajar secara daring, beradaptasi dengan berbagai platform digital yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, dan lain sebagainya. Belum lagi para orang tua juga pastinya mempunyai kewajiban dan pekerjaan lain yang tidak ringan selain mendampingi anak-anak mereka belajar, seperti pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, ataupun pekerjaan-pekerjaan luar rumah untuk mencari nafkah. Beban kerja tambahan jika tidak disikapi dengan baik dan benar akan dapat mempengaruhi suasana kebatinan orang tua.
Banyak sekali para orang tua (wali siswa) khusunya para Ibu mengeluhkan pembelajaran-pembelajaran anak-anak mereka yag dilakukan secara daring. Bahkan bisa dikatakan banyak yang mengalami stress kecil akibat hal tersebut, akibatnya anak menjadi sasaran kekesalan mereka. Harapan yang menjulang, tuntutan tugas yang menggunung, serta ketidaksiapan menghadapi perubahan seringkali menjadikan para orang tua (wali siswa) sarat beban. Tingginya tingkat stress pada gilirannya dapat menjadi penyebab menurunnya tingkat kebahagiaan subjektif orag tua (wali siswa).
Meskipun demikian, orang tua tetaplah sebagai pengasuh, pendidik dan pendamping bagi anak-anak mereka dalam segala hal termasuk juga dalam belajar, dalam kondisi normal atau normal baru, luring maupun daring, orang tua tetaplah harus mendampingi anak-anak mereka dengan senang hati. Mengapa orang tua harus bahagia?karena kebahagiaan sangat mempengaruhi terhadap aktifitas orang tua.
Menurut KBBI kebahagiaan adalah suatu keadaan pikiran atau perasaan kesenangan, ketentraman hidup secara lahir dan batin yang maknanya adalah untuk menghilangkan visi diri. Menurut al-Ghazali kebahagiaan bisa dicapai ketika manusia sudah mampu menundukkan nafsu (yang mana nafsu hewan dan setan pada dirinya) dan menggantinya dengan sifat malaikat (suci). Adapun ditinjau dari bahasa Arab sa’adah yaitubahagia yang merupakan perolehan perkara yang diberikan oleh Allah kepada manusia atau tercapainya sebuah kebaikan.
Kebahagiaan menjadi factor kunci yang menentukan keberlanjutan jangka panjang dalam suatu kegiatan, organisasi dan memiliki dampak positif pada kinerja keseluruhan (Herwanto dan Ummi, 2017). Kebahagiaan orang tua sebagai pengasuh, pendidik, dan pendamping anak menyangkut rasa sejahtera yang diperoleh dari keasyikan melaksanakan kewajiban yang sudah menjadi tugas hidupnya. Lalu bagaimana agar orang tua (wali siswa) bisa terus berbahagia? Dengan bersyukur! Bersyukur karena berterima kasih, menghargai aspek-aspek positif dalam hidup.
Bersyukur merupakan kebangkitan emosi yang disebabkan oleh perilaku moral. Besyukur dikonseptualisasikan sebagai afeksi moral yang analog dengan emosi moral lainnya seperti empati dan rasa bersalah (McCullough et.al, 2001). Bersyukur dilakukan ketika seseorang mendapat kebaikan. Bersyukur juga bisa dipahami sebagai kecenderungan untuk mrespon dan mengenali atas bantuan yang dberikan oleh seseorang melalui pengalaman positif atas hasil yang diperoleh. Terdapat beberapa cara untuk melatih diri agar selalu bersyukur, yaitu; pertama, biasakan untuk selalu melihat apapun pemberian Allah kepada kita, menghitung sebanyak mungkin berkah pada saat melakukan aktivitas, atau dalam bahasa agama biasa disebut tahadduts bi al-ni’mah. Di saat kita bisa menikmati indahnya alam semesta (tadabbur ‘alam) maka ucapkanlah rasa syukur dengan berterima kasih kepada Tuhan dan juga kepada siapapun yang telah bersedia merawat semesta dengan baik.
Kedua, bersyukur juga bisa kita latih dengan selalu melihat ke bawah, misalnya ketika kita melihat mereka yang hidup di jalanan tanpa rumah dibanding dengan kehidupan kita dengan keluarga dan rumah yang beratap, maka rasa syukur pun akan sealu muncul pada diri kita, sehingga lisan kita juga akan terdorong untuk memuji sang kholiq yang telah memberikan kita banyak hal. Ketiga, mengucapkan terima kasih kepada sipapun yang telah membantu kita. Tunjukkan penghargaan kepada orang-orang yang melakukan kebaikan. Misalnya, katakan “ terima kasih, saya telah belajar banyak hal dari anda… ’’. itu semua adalah cara melatih agar kita bisa lebih bersyukur, sehingga dengan bersyukur sebagai orang tua bisa hidup bahagia dan selalu positif thinking. Terima kasih sudah membaca.
Penulis; Tri Tami Gunarti, M.Hum
Editor; Intihaul Khiyaroh, M.A