Coretan ini terinspirasi atas ketidaknyamanan buah hatiku (kelas 3 Sekolah Dasar) yang saat itu pulang sekolah dalam kondisi murung dan menunjukkan wajah kesal. Peristiwa ini terjadi tepatnya satu bulan yang lalu pada 14 November 2021, saat kondisi kelas kosong (tanpa guru karena pergantian jam), ada salah satu teman laki-lakinya yang mengeluarkan kemaluannya dan ditunjukkan pada teman-temannya.
Dari kejadian itu, sebagai seorang ibu tentu ada rasa was-was dan kekhawatiran. Tetapi khawatiran tersebut sedikit sirna, ketika si kecil dengan masih menunjukkan raut muka kesal, tetapi tetap mau bercerita dengan detail peristiwa yang membuatnya tidak nyaman di sekolah sehingga dengan bekal kronologi cerita yang disampaikan oleh si kecil, maka sebagai wali murid menindaklanjuti informasi tersebut kepada wali kelas untuk memberikan edukasi sejak dini tentang kesehatan reproduksi pada anak-anak. Edukasi sejak dini kesehatan reproduksi merupakan bagian dari upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual pada anak.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online (simfoni) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Per bulan Juli 2021 yang diterbitkan oleh kompas.com, jumlah kekerasan seksual pada anak 5.463 kasus. Kekerasan yang dialami oleh anak ini dari berbagai rentang usia, yaitu usia 0-5 tahun sebanyak 665 kasus, usia 6-12 tahun sebanyak 1.676 kasus dan anak usia 13-17 tahun sebanyak 3.122 kasus dan dari total kasus tersebut 5.198 kasus terjadi pada lingkup rumah tangga sementara lainnya berada di fasilitas umum dan lingkungan pendidikan.
Dari data tersebut menunjukkan, bahwa kewaspadaan kita sebagai orang tua tentu sangat diperlukan dalam memberikan edukasi sejak dini tentang kesehatan reproduksi pada anak. Pengalaman pribadi penulis memberikan edukasi sejak dini terhadap anak-anak di rumah adalah dengan memberikan contoh untuk tidak sembarangan membuka aurat baik di dalam maupun di luar rumah, menyebutkan nama alat kelamin dengan sebutan yang sesuai (penis,vagina) tidak menggantinya dengan kata kiasan (misal manuk, katol, donat dll), menunjukkan anak area-area pribadi yang tidak sembarang orang boleh menyentuhnya, bilang pada orang tua jika orang lain memegang area pribadi yang tidak boleh disentuh, serta berusaha menjadi teman untuk anak-anak sehingga anak-anak tidak canggung ketika mau cerita semua hal.
Pendidikan kesehatan reproduksi pada anak usia dini bertujuan untuk melatih dan menanamkan kesadaran bagi anak dalam menjaga kesehatan dan kebersihan pribadi (hygiene) dan kebersihan lingkungan (sanitasi) sejak dini. Perilaku tersebut dapat ditunjukkan dengan mengajari dan melatih keterampilan anak untuk belajar mencuci tangan dan menyikat gigi yang benar, menjaga kebersihan tubuh, mandi pakai sabun, keramas minimal 2 hari sekali, membersihkan kuku tangan dan kaki, menggunakan alas kali, tidak BAK dan BAB sembarangan, ganti celana dalam dan pakaian minimal 2 kali sehari, serta mencegah kekerasan/kejahatan seksual pada anak sejak dini (PP RI no.61 tahun 2014)
Berdasarkan hal-hal diatas, edukasi kesehatan reproduksi sejak dini seharusnya juga diberikan di lembaga pendidikan. Akan tetapi, pada prakteknya edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas pada anak di sekolah masih terbatas, padahal pencegahan kekerasan berbasis lingkungan pendidikan sejak dini (mulai dari jenjang PAUD) juga penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak. Untuk itu, cara yang bisa dilakukan untuk memberikan edukasi sejak dini di sekolah adalah: pada anak usia dini diberikan materi kespro berbasis media (media sketsa gambar, pemutaran musik/lagu, video drama, permainan peran dll). Sedangkan untuk anak usia SD, SMP dan SMA adanya kurikulum tersendiri materi pendidikan kesehatan reproduksi untuk anak dan remaja.
Sekian tulisan singkat ini, mencegah lebih baik karena jika kekerasan seksual ini terjadi pada anak, maka terlalu banyak dampak berbahaya yang ditimbulkan dari pelecehan seksual pada anak (baik dampak psikologis, fisik maupun sosial). Ayo jaga anak-anak kita dengan mengedukasi kesehatan reproduksi sejak dini.
Penulis; Wardatul Karomah, MA
Editor; Intihaul Khiyaroh, M.A