Ditulis oleh Nurul Hidayati, M.Pd.*
Kualifikasi pendidik menjadi isu yang penting di banyak negara, diantaranya Finlandia, menjadi seorang guru di Finlandia merupakan profesi yang sangat diidamkan. Selain karena gajinya yang tinggi bahkan dua kali lipat dari guru di Amerika Serikat, persaingan menjadi guru di sana juga sangat ketat. Standar guru di Finlandia harus bergelar master sekalipun untuk mengajar anak sekolah dasar (Hidayat, 2005). Di Malaysia pendidikan untuk mempersiapkan guru professional sudah dimulai dari abad sebelum kemerdekaan, sedangkan di Indonesia memulai perbaikan pada sistem Pendidikan setelah kemerdekaan, dan Pendidikan bukan fokus utama yang digarap oleh pemerintah, namun Indonesia menempatkan sektor ekonomi sebagai fokus utama pembangunannya.
Menurut data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016 memperlihatkan, pendidikan di Indonesia hanya menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang, dan kualitas guru menempati urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia (Maura, 2018). Melihat data tersebut, kualitas pendidik di Indonesia masih sangat rendah dibanding dengan negara lain. Pemerintah di Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah upaya meningkatkan kualitas dan profesionalisme pendidik yaitu dengan standarisasi, pengambilan profesi dan sertifikasi.
Sejak Indonesia merdeka hingga kini telah terjadi tiga kali perubahan syarat minimal calon guru. Perubahan-perubahan tersebut yaitu: Pertama, periode 1945-1989. Syarat pendidikan calon guru di masa ini bersifat multi strata sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikan yang menjadi wilayah tugasnya. Kedua, periode 1989-2005, semua guru pada periode ini harus memiliki kualifikasi akademik minimal jenjang pendidikan tinggi dengan jenis progam yang sesuai dengan tugasnya. Ketiga, periode 2005 hingga sekarang, terutama setelah UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen disahkan. Semua calon guru wajib memiliki kualifikasi minimal sarjana atau diploma IV (empat) dan untuk menjadi pendidik profesional harus lulus pendidikan profesi. (Rohman, 2016)
Sertifikasi guru atau dosen di Indonesia dilakukan setelah diterima sebagai pendidik, sedangkan di negara lain seperti Malaysia, Australia dan lainnya sertifikasi menjadi persyaratan awal untuk menjadi guru. Perbedaan konsep tersebut bisa difahami bahwa pendidik di Indonesia kurang professional dibandingkan dengan negara lain. Di sisi lain, beberapa penelitian menyebutkan bahwa sertifikasi guru di Indonesia belum memberikan hasil yang signifikan dalam meningkatkan kualitas Pendidikan. Hal ini tidak jauh rupa dengan sudut pandang masyarakat yang sering berpendapat bahwa banyak di antara guru bersertifikasi justru kurang memperhatikan tanggungjawab, khususnya dalam meningkatkan inovasi pembelajaran. Tidak jarang juga, sudut pandang ini menilai bahwa kebijakan pemerintah tersebut kurang efektif. Adanya laporan yang tidak sesuai dengan realitas yang terjadi.
Secara praktis pemerintah melihat realisasi proses pendidikan melalui berbagai kacamata. Sertifikasi adalah salah satu kacamata yang memantau profesionalisme pendidik. Bukanlah kesalahan yang mutlak jika pemerintah kurang tepat dalam menilai. Sebagaimana kita ketahui, bahwa upaya pemerintah untuk meningkatkan pendidikan sudah terus dikembangkan, pemerintah mulai banyak memperhatikan peran dan posisi guru khususnya dan pendidikan pada umumnya.
Tidak salah jika setiap orang memiliki pendapat dan sudut pandang masing-masing, namun mencoba untuk mengintegrasikan berbagai sudut pandang adalah hal yang lebih baik dan patut kita lakukan. Dengan demikian, kita akan memperluas pemikiran dan meminimalisir kesalahan kita dalam mengarahkan sudut pandang. Sebagai masyarakat yaitu konsumen pendidikan, alangkah baiknya jika kita mengambil manfaat baik dari kebijakan pemerintah yang telah memberikan layanan bagi kita semua, serta memberikan kritik saran yang membangun. Sebagai pemegang kendali pendidikan, kita yaitu pendidik (guru atau dosen) harus mampu memberikan keseimbangan antara hak dan kewajiban, kita boleh menunaikan kewajiban lebih banyak dari hak, namun janganlah sampai hak yang kita terima lebih besar dari kewajiban yang kita tunaikan.
Salam semangat untuk berusaha menanam kebaikan! Hamba yang baik bukanlah yang sempurna, namun hamba yang baik adalah manusia yang selalu berusaha untuk menjadi orang baik.
*Dosen Prodi PIAUD IAI Tarbiyatut Tholabah Lamongan.