Tak terasa sudah 77 tahun terhitung sejak diproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan yang diraih dari perjuangan para pahlawan untuk seluruh bangsa ini baik laki-laki maupun perempuan. Saat itu tiap orang menjalankan perannya masing-masing untuk merebut kemerdekaan hingga tak ada jedah untuk memikirkan kedudukan dan pembagian peran berdasarkan gender. Sejarah mencatat bahwa perempuan juga mempunyai peran penting baik di belakang layar maupun di atas panggung. Lalu bagaimana kah perempuan Indonesia saat ini, sudahkan benar-benar merasakan kemerdekaan yang seutuhnya?
Kata merdeka bagi setiap perempuan di Tanah Air mempunyai makna yang berbeda-beda. Kemerdekaan memiliki makna yang luas, tidak hanya bermakna bebas dari belenggu penjajah bangsa asing saja, tetapi merdeka bisa diartikan sebagai kebebasan terhadap individual dari segala belenggu yang membuat dirinya dikendalikan bahkan Islam sangat menghargai kemerdekaan individu dan melindungi hak-hak tiap individu tak terkecuali hak individu perempuan. Merdeka berarti punya kebebasan pendapat tanpa takut menerima ancaman maupun diskriminasi. Merdeka juga berarti bebas menentukan masa depan tanpa harus ada paksaan dari orang lain. Perempuan dikatakan merdeka ketika ia bisa mengambil keputusan sendiri, maupun berjuang dan membebaskan diri dari berbagai kekerasan, serta bebas berpartisipasi dalam pembangunan.
Namun fakta menunjukkan bahwa kemajuan yang dialami bangsa ini belum sepenuhnya beriringan dengan tegaknya perlindungan terhadap perempuan.. Nilai konstruksi sosial yang sudah ditanamkan di kehidupan masyarakat memunculkan banyak stigma yang membuat perempuan tidak mudah lagi bisa memerdekakan dirinya. Salah satu contoh sampai hari ini pun tubuh perempuan masih menjadi sasaran eksploitasi dan kekerasan. Data-data menunjukkan keadaan perempuan masih memprihatinkan. Kekerasan terhadap perempuan misalnya menurut data Komisi nasional Perempuan (Komnas Perempuan) terjadi kenaikan kekerasan berbasis gender (KGB) sebanyak 50% di tahun 2021 dari tahun sebelumnya yaitu yaitu 338.496 kasus pada 2021 (dari 226.062 kasus pada 2020), yang kecenderungan peningkatan ini masih terjadi di tahun 2022. Pernikahan anak usia dini pada perempuan jauh lebih tinggi di banding pada anak laki-laki dengan perbandingan 1 banding 10. Belum lagi maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang menandai masih kuat anggapan bahwasanya tubuh perempuan hanyalah alat pemuas bagi superioritas kaum laki-laki. Adanya asumsi-asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka tiap ada kasus kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe yang lekat pada perempuan.
Di bidang politik meski keterwakilan perempuan dalam legislatif pada pemilu 2019 menunjukkan trend peningkatan yaitu mencapai 20,8% dari kuota keterwakilan perempuan, tetapi keadaan perempuan secara menyeluruh belum sepenuhnya menunjukkan perbaikan. perempuan yang berkiprah dalam arena politik tidak dapat mengartikulasikan aspirasi kepentingan khas dan kelompok mereka sendiri karena jumlah mereka minoritas dalam perpolitikan.
Demikian juga peran perempuan dibidang ekonomi, sosial dan budaya masih belum berimbang dan sejajar dengan laki-laki. Posisi sejajar ini harus dibangun dari rumah tangga. Perempuan bukanlah pelayan tetapi perempuan adalah relasi bagi laki-laki dalam rumah tangga yang masing-masing mempunyai hak dan tanggungjawab sesui porsinya. semua manusia diciptakan sama, setara di hadapan tuhan, penilaian strata keunggulan manusia justru pada bagaimana manusia menjalankan misi kemanusiaanya dengan jalan ketakwaan (Q.S.al-Hujarat:13). Islam menegaskan bahwa misi manusia di bumi adalah membangun keseimbangan, keadilan dan kemaslahatan, membawa kebaikan dan mencegah kemunkaran (QS.at-Taubah:71). Dalam tugas ini Tuhan pencipta seluruh alam tidak membedakan jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan (Q.S.Ali Imran:195).
Sudahkah merdeka seutuhnya wahai perempuan Indonesia???
By: Hj. Shofiyah, M.H.I