Dampak dari tingginya kasus Covid-19 masih dapat dirasakan hingga kini baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, transportasi, dan pariwisata. Berbagai upayapun dilakukan pemerintah dengan cara melakukan pembatasan kegiatan sehinggamengurangi kerumunan massa, menggalakkan protokol kesehatan dengan rajin mencucitangan, senantiasa memakai masker, sebisa mungkin menghindari tempat yang ramaiorang, mengusahakan untuk mengurangi mobilitas dengan tetap di rumah serta denganmemasyarakatkan anjuran melakukan vaksin.
Negara tetangga yang dekat dengan Indonesia seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura merupakan negara yang memiliki lonjakan kasus Covid-19yang cukup banyak setiap harinya. Namun seiring berjalannya waktu lonjakan kasus perhari yang dimilikinya terus menurun. Menurut data dari analisisCenter for Strategic and International Studies (CSIS), BruneiDarussalam dan Malaysia mampu mempertahankan 0 penambahan kasus dalambeberapa hari berkat ketatnya peraturan pembatasan kegiatan dan penggalakan vaksinasiyang dilakukan oleh pemerintahnya.
Anjuran vaksin yang dilakukan pemerintah negara merupakan salah satuupaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh suatu masyarakat yang kerap kali disebutdengan Herd Immunity.Herd Immunity terjadi ketika mayoritas orang dalam kelompokmasyarakat memiliki kekebalan tubuh yang baik dengan melakukan vaksin sebagaiupayanya sehingga masyarakat minoritas yang tidak melakukan vaksin juga terlindungidari Covid-19 dengan bantuan orang di sekitarnya yang memiliki kekebalan tubuh yangbaik.
Herd Immunity dengan vaksin Covid-19 yang digalakkan pemerintah dapatdikatakan terlaksana cukup baik. Menurut data CSIS, Indonesia sudahmenggunakan sekitar 6,5 juta dosis vaksin dari berbagai varian seperti vaksinPfizer, Astrazeneca, Moderna, dan Sinovac. Bahkan sejak awal November kemarinpemerintah Indonesia sudah memperbolehkan pemberian vaksin bagi anak-anak usiaminimal 12 tahun dan untuk vaksin Sinovac dapat diberikan pada anak-anak usia 6hingga 11 tahun. Berdasarkan pernyataan Sekretaris Kabinet Republik Indonesia dosispertama vaksin sudah diberikan pada sekitar 50% masyarakat Indonesia, sedangkanuntuk vaksin dosis kedua sudah diberikan pada sekitar 29% masyarakat Indonesia. Halini juga dapat dilihat dari persyaratan melakukan vaksin yang sudah merambah padabidang pariwisata, transportasi, ekonomi, hiburan, dan sebagainya.
Contoh nyata penggalakan vaksin yang dilakukan pemerintah adalah denganmengharuskan penduduknya mendapatkan vaksin minimal dosis pertama untuk usia 18tahun keatas jika ingin melakukan perjalanan dengan kereta, pesawat, dan saranatransportasi umum lainnya. Banyak pekerja kantoran kini juga diharuskan melampirkansertifikat vaksin atau minimal melakukan swab test untuk mencegah penyebaran Covid-19 cluster tempat kerja.
Tidak hanya di Indonesia, langkah-langkah pemutusan rantai Covid-19 yangdilakukan Indonesia juga dilakukan negara lain di dunia. Di Singapura contohnya, tidakhanya melakukan pembatasan kegiatan pemerintahnya juga seringkali melakukanlockdown atau karantina untuk mengurangi mobilitas penduduknya. Bahkan diSingapura sendiri vaksin untuk usia di bawah 18 tahun sudah disetujui lebih awal.Penduduk dengan usia produktif yang berusia 12 hingga 39 tahun diwajibkanmelakukan vaksinasi agar proses kegiatan belajar mengajar dan ekonomi dapat kembaliberjalan seperti sedia kala.
Amerika pun tidak mau kalah dengan negara-negara lain. Lembaga pusat pengendalian dan pencegahan penyakit di Amerika atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan vaksin Pfizerdiberikan kepada anak-anak usia 5 hingga 11 tahun. Penduduknya yang sudahmendapatkan vaksin lengkap dan memiliki kekebalan tubuh yang baik jugadiperbolehkan untuk tidak mengenakan masker saat diluar ruangan serta melakukankegiatan apapun yang sempat tertunda karena adanya pandemi Covid-19 ini.Aturan ini diberlakukan untuk menarik minat penduduk Amerika agar bersedia melakukan vaksinasi untuk membentuk Herd Immunity yang dapat menyelamatkan orang sekitardan memutus rantai penyebaran Covid-19.
Penulis: Muhammad N. Hassan, S.Si., M.Sc.
Editor: Intihaul Khiyaroh, M.A